Senin, 09 Oktober 2017

TUGAS : Pemrograman Java



import java.util.Scanner;
public class While_satu {
    public static void main(String[] args) {
        Scanner masuk = new Scanner (System.in);
        int bil;
        bil=1;
        while (bil<=5){
            System.out.println(bil);
            bil++;
        }
    }
}



















import java.util.Scanner;
public class array_satu {
    public static void main(String[] args) {
        Scanner masuk=new Scanner(System.in);
        float nilai[]=new float[5];
        System.out.println("Masukan 5 buah data nilai");
        for (int i=0;i<5;i++){
            System.out.print("Data ke"+(i+1)+": ");
            nilai[i]=masuk.nextFloat();
        }
        System.out.println("data nilai yang dimasukkan");
        for(int i=0;i<5;i++)
            System.out.println(nilai[i]);
    }  
}




public class String_satu {
    public static void main(String[] args) {
        byte data[] = new byte[6];
        data[0] = 64 ;
        data[1] = 65 ;
        data[2] = 66 ;
        data[3] = 67 ;
        data[4] = 68 ;
        data[5] = 69 ;
        String s1 = "Selamat Pagi";
        String s2 = ("Good Morning");
        String s3 = new String(data);
        String s4 = new String(data,2,3);
        System.out.println("s1 = " +s1);
        System.out.println("s2 = " +s2);
        System.out.println("s3 = " +s3);
        System.out.println("s4 = " +s4);
    }
    }







public class array_multi {
    public static void main(String[] args) {
        int [][] piksel = new int [2][3];
       
        //mengisi elemen tertentu
        piksel[0][0]=70;
        piksel[0][1]=18;
        piksel[0][2]=45;
        piksel[1][0]=75;
        piksel[1][1]=66;
        piksel[1][2]=89;
       
        //menampilkan elemen array
        int i,j ;
        for (i=0;i<2;i++){
            for (j=0;j<3;j++)
                System.out.print(piksel[i][j]+" ");
            System.out.println("");
        }
    }
}










import java.util.Scanner;
public class array_method_ulang {
   public void kalimat(){
       System.out.print("Isi mastriks adalah : ");
   }
 public int hitungluas(int p,int l){
     int luas ;
     luas=p*l;
     return luas;
 }
 public int hitungvolume(int p,int l,int t){
     int volume ;
     volume=p*l*t;
     return volume;
 }
    public static void main(String[] args) {
       int p,l,t;
       int data[];
       Scanner masuk=new Scanner(System.in);
       System.out.print("masukan panjang: ");
       p=masuk.nextInt();
       System.out.print("Masukan lebar: ");
       l=masuk.nextInt();
       System.out.print("Masukan tinggi: ");
       t=masuk.nextInt();
      
       data=new int [3];
       array_method_ulang saya=new array_method_ulang();
       data[0]=saya.hitungluas(p, l);
       data[1]=saya.hitungvolume(p, l, t);
       data[2]=10;
       int bil=0;
       while (bil<=2){
           saya.kalimat();
           System.out.println(data[bil]);
           bil=bil+1;
       }
    }
}








Minggu, 13 September 2015

7 Syarat Wanita Halal Bekerja di Luar Rumah

BANYAK wanita pada zaman sekarang lebih memilih untuk berada di luar rumah, alasannya beragam ada dari mereka yang karena terpaksa, ada yang karena keadaan atau kebutuhan, bekerja dan ada yang sebaliknya mereka senang berada di luar rumah.
Padahal Al Qur’an telah mengajarkan kepada para wanita untuk senantiasa tetap berada di dalam rumahnya kecuali ada alasan atau keperluan mendesak yang diperbolehkan oleh syariat dan mendapat izin keluarga atau suami bagi yang sudah menikah dengan memperhatikan batasan-batasan seperti:
• Tidak keluar sendirian apalagi suka pulang larut malam
• Kalaupun keluar sendiri senantiasa pandai melihat kondisi yang tidak membahayakan dirinya
• Berpakaian rapi dan sopan (menutup aurat).
• Tidak memamerkan perhiasan yang bisa mengundang tindakan kriminal
• Tidak berlebihan dalam bersolek dan dalam memakai wangi-wangian
• Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
• Memperhatikan batasan pergaulan dengan lawan jenis dan menjaga prilaku
• Bertutur kata yang bijak/sopan guna menghindari fitnah dari lawan jenis
• Bersikap secara proporsional sehingga bisa menjauhkan dirinya dari tindakan yang kurang menyenangkan dari lawan jenis.
• Dan yang paling penting adalah berusaha menjaga kehormatan diri serta keluarganya.
Allah Ta’ala berfirman
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“..dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS: Al Ahzaab : 33).
Jika kita perhatikan secara seksama banyak fenomena yang sering kita lihat dan pemberitaan negatif yang sering kita dengar menimpa kaum hawa, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya lebih banyak mudharat/efek negatif yang akan menimpa wanita jika bekerja di luar rumah dibandingkan dengan manfaatnya, antara lain:
Sering terjadinya kemungkaran, seperti;
  • Bercampur dengan lelaki, berkenalan, bebas mengobrol dan bertatap muka dengan yang diharamkan,
  • Memakai minyak wangi berlebihan, tak jarang banyak yang memperlihatkan aurat kepada selain mahramnya, sehingga bisa menyeret pada kasus perselingkuhan dan perzinahan.
  • Kurang bisa melaksanakan kewajiban kepada suami dengan baik atau maksimal.
  • Keluar dari fitrahnya dengan meremehkan urusan rumah tangga yang seharusnya menjadi bidangnya wanita.
  • Mengurangi hak-hak anak dalam banyak hal, sepert ; dalam kasih sayang, perhatian, pendidikan agama dan lain sebagainya.
  • Membuat cepat lelah dan penat fisik serta pikiran sehingga bisa mempengaruhi jiwa serta syaraf yang tidak sesuai dengan tabiat wanita.
  • Mengurangi makna hakiki tentang kepemimpinan suami dalam rumah tangga di hati wanita.
  • Hasratnya tertuju pada pekerjaan, sedangkan jiwa, pikiran dan perasaannya menjadi sibuk, lupa dan bertambah jauh dari tugas-tugasnya yang alami, yaitu keharusan membina kehidupan suami istri, mendidik anak-anak dan mengatur urusan rumah tangga.
Tabiat dan kepribadian wanita sejatinya memiliki kekhususan tersendiri sebagaimana dijelaskan oleh nabi dalam hadistnya. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )
Syarat Bekerja di Luar Rumah
Wanita boleh saja bekerja di luar rumah. Namun dengan syarat masih dalam koridor yang dibolehkan oleh syariat. Yang jadi masalah adalah saat wanita ingin disamakan kewajibannya seperti laki-laki bahkan melebihi kewajiban para lelaki, lebih menjadi masalah lagi jika kaum wanita lebih senang berada di luar rumah karena kepuasan dan kesenangan pribadi.
Wanita tetaplah wanita dan janganlah melupakan kerajaan kecilnya, yaitu rumahnya, karena disitulah letak fitrah bagi dirinya.
Diperbolehkan bagi wanita untuk bekerja akan tetapi harus dengan ketentuan atau syarat-syarat yang harus diperhatikan dan dipenuhi, seperti :
  • Ada izin dari wali (suami atau orangtua/keluarga),
  • Tidak memiliki keluarga atau tidak memiliki suami,
  • Pekerjaannya harus halal, (bukan pekerjaan yang syubhat apalagi haram),
  • Menjaga kehormatan diri baik saat berada di dalam rumah maupun ketika bekeja di luar rumah,
  • Tidak ada percampuran bebas antara lelaki dan wanita, tidak bertabarruj (bersolek berlebih-lebihan dan tidak menampakkan perhiasan),
  • Tidak memakai pakaian yang ketat atau melanggar aturan berpakaian bagi wanita dalam ajaran Islam, bekerja bukan karena kesenangan pribadi dan kepentingan keluarga tetap menjadi prioritas,
  • Jenis pekerjaannya tidak mengurangi apalagi melanggar kewajibannya dalam rumah tangga, seperti kewajiban terhadap suami, anak-anak dan urusan rumah tangganya.
Ali radiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Fatimah radiyallahu ‘anha putri Rasulullah. “Wahai Fatimah, apakah yang baik bagi seorang wanita?” Fatimah menjawab, “Hendaknya ia tidak melihat lelaki (asing/yang bukan mahramnya) dan lelaki (orang lain) tidak melihatnya.”
Allah berfirman dalam Al-Quran;
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّلاَبَائِهِنَّ
“Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali yang boleh tampak dari dirinya. Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali kepada suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka.” (QS: an-Nur [24]: 31).
Semoga dengan zaman seperti ini, para wanita dan Muslimah bisa bekerja di luar rumah seperti apa yang disampaikan Aisyah dan Al-Quran.*

sumber : http://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2014/10/30/32257/7-syarat-wanita-halal-bekerja-di-luar-rumah.html

Senin, 03 Agustus 2015

Wanita HEBAT tidak harus menyalahi KODRAT

Sebenarnya bukan wanita yang hebat,bermartabat,dan memiliki kehormatan duniawi yang selalu di cari dan di idam-idamkan oleh para lelaki untuk di jadiikan seorang pendamping hidup sejatinya.
namun para perempuan yang mampu menjalankan tugas,kewajiban dan kodratnya lah yang selalu menjadi idola para lelaki baik-baik...
bukan berarti saya menyebutkan bahwa semua laki-laki menginginkan perempuan yang semacam itu, ingat yahh.. "lelaki yang baik akan di pasangkan oleh perempuan yang baik, namun sebaliknya lelaki yang buruk (akhlaknya) akan di pasangkan pada perempuan yang buruk pula (akhlaknya).
jadi jika kita menginginkan pendamping (suami) yang terbaik menurut Allah SWT maka kita perlu membaca penjabaran artikel ini :

Kehadiran kaum wanita dikehidupan ini sangatlah penting peranannya. Wanita sebenarnya memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar selain sebagai istri yang bakal disandangnya nanti.
Bicara soal wanita memang tidak akan pernah habisnya, terlebih bicara soal kecantikan dan kecendikiawanannya. Wanita di zaman sekarang lebih maju dalam pola pikirnya, dan wanita di zaman sekarang sudah banyak mengikuti trend dalam dunia modern. Dari segi teknologi sampai dengan fashion wanita selalu bisa menjadi simbol yang indah dan sedap di pandang.

Didalam ajaran agama penafsiran tentang wanita kerap dituding sebagai sumber pelanggengan penindasan gender. Hal ini tidak bisa dielakkan mengingat tafsir ajaran agama yang berkembang sampai di era saat ini lebih banyak didominasi tafsir tekstual daripada kontekstual. Maka dalam hal ini penggunaan tafsir yang hanya berbasis “apa yang dibicarakan” teks tanpa mau mempertimbangkan “apa yang dimaksudkan” teks secara nyata memang banyak mengakibatkan adanya diskriminasi peran wanita baik dalam ruang domestik terutama di ruang publik.
Sementara itu dalam konteks yang ekstrim wanita memiliki kesempatan yang sempit dalam mengembangkan dirinya sejajar dengan laki-laki. Di samping karena tekanan budaya patriarki yang dilestarikan, adat yang dihormati, juga karena adanya keyakinan yang kolot  wanita merupakan makhluk nomor dua. Kedudukannya berada di bawah kaum pria, bukan sejajar.

Melihat konteks diatas sungguh suatu konteks yang sudah tidak lazim lagi di era saat ini, mengingat wanita memiliki tuntutan dan tanggung jawab yang luar biasa. Maka bahwa yang sebenarnya dalam konteks agama (dalam agama Islam), yang bersumber dari al-Qur’an maupun al-Hadits terdapat konteks dan sejumlah pernyataan tentang kaum wanita yang sejajar dengan kaum pria, memperoleh hak-hak yang sama untuk terlibat dalam perjuangan sosial, budaya, politik, pendidikan, dan bidang lainnya yang positif. 
"Ini bisa dilihat dalam QS Al-Ahzab 53, QS An Nahl 97, Al Hujurat 13, dan lain-lain."

Ada pula hadits nabi yang berbunyi: “An Nisa syaqaiq Ar Rijal”, kaum wanita adalah saudara kandung kaum pria, “tidak menghargai/menghormati kaum wanita kecuali mereka yang memiliki pribadi terhormat dan tidak merendahkan kaum wanita kecuali orang-orang yang berjiwa rendah” .
Dengan kondisi tersebut diatas jelas wanita bukan sekedar mahkluk Tuhan yang rendah. Dalam firman Tuhan seperti di dalam firman Tuhan yang terdapat di kitab Al Qur’an, dijelaskan bahwa kaum wanita memiliki hak dan kewajibannya yang sama seperti kaum pria pada umumnya. Ini sebuah pernyataan Tuhan yang sungguh adil bagi kaum wanita, namun tinggal bagaimana kaum wanita itu sendiri memanfaatkan kesempatan yang sudah terkonteks jelas di dalam firman Tuhan pada salah satu kitab yaitu Al Qur’an.

Dan wanita juga wajib bisa menjaga serta menjalankan kodratnya yang sebenarnya, pada intinya kaum wanita bukanlah kaum yang lemah dan bukan berarti wanita tidak bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat seperti kaum pria lakukan dalam kehidupan yang positif. Akan tetapi wanita juga tidak bisa sewena-wena lepas dari tanggung jawabnya sebagai kodrat wanita yang cikal dan bakal sebagai seorang ibu untuk anak keturunannya, sebagai istri atas tanggung jawabnya terhadap suaminya, dan sebagai wakil pemimpin di dalam rumah tanggal, pengganti sementara peran suami saat suami dalam bertugas mencari nafkah.
Semoga di dalam tulisan yang ringan ini bisa bermanfaat buat semua, khususnya untuk para wanita sejati yang setia dalam mempertahankan nilai kodratnya sebagai wanita.

Selasa, 28 Juli 2015

wanita dan kodratnya

Sering kali kita sebagai wanita merasa bahwa lelaki terlalu memandang rendah/remeh seorang wanita.
saudariku jangan tanggapi itu dengan amarah dan gegabah, mereka hanya menggoda agar dia dapat menjatuhkan kita dengan kemampuannya yang sudah kita tahu bahwa mereka lebih kompeten.
tetapi ingatlah saudariku wanita pun memiliki kemampuanya sendiri yang akan sangan sulit di kerjakan oleh lelaki.
maka buktikan kepada mereka bahwa kita mampu menjalankan kodrat yang sudah di amanatkan oleh allah SWT.
demikian benjabarannya. :

 Wanita adalah insan yang sangat mulia dimuka bumi ini. Di dalam Islampun wanita di abadikan dalam al-Quran dengan nama surat an-Nisa. Wanita sangat berperan dalam keluarganya. Maju dan mundurnya usaha dalam suatu keluarga tergantung bagaimana motivasi yang diberikan oleh istrinya.
Seseorang datang menghadap Rasulullah Saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah Saw. menjawab: Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah Saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah Saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah Saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu”. (Shahih Muslim)
Kodrat adalah kekuasaan Tuhan, manusia tidak akan mampu menentang dirinya sebagai makhluk hidup, (Kamus Bahasa Indonesia). Sedangkan dalam pengertian lain definisi kodrat adalah suatu ketentuan yang tersemat dalam diri seorang/sesuatu hal yang tidak dapat di kendalikan oleh manusia karena itu merupakan hukum yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (Desir Syair Rindu).
Namun seorang wanita yang melakukan sesuatu perbuatan dan itu tidak sesuai dengan harapan Hadits Rasulullah Saw, apakah itu tidak melanggar kodrat? Apakah kodrat hanya didefinisikan secara jasmaniyah saja tanpa termasuk ruang lingkupnya kajian moral dan sosial sesuai ketentuan Hadits?
Wanita Dalam Pandangan Islam
Dalam Islam tidak pernah dibayangkan adanya pengurangan hak wanita atau penzhaliman wanita demi kepentingan laki-laki. Karena Islam adalah syariat yang diturunkan untuk laki-laki dan perempuan. Namun Islam mengatur wanita dalam tatanan yang sempurna. Sehingga apapun yang dilakukan oleh wanita jangan sampai mengurangi derajat dan martabatnya dalam agama.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (Q.s. an-Nur: 31)
Islam sangat menjaga kemulian wanita, sehingga wanita tidak dibiarkan apabila keluar dari rumahnya dalam keadaan memperlihatkan perhiasannya. Karena perhiasan merupakan sesuatu yang sangat istimewa baginya. Bahkan dari situlah lelaki dapat mengukur sampai dimana keshalihan seorang wanita dan tentang kadar imannya.
Selain berdosa menurut pandangan Islam, wanita yang berpakaian tidak menutupi auratnya dapat membawa bahaya bagi dirinya. Apalagi yang memakai kalung emas dan gelang emas. Ini sangat menarik perhatian pencopet dan perampok. Bahkan wanita yang menampakkan auratnya akan mempengaruhi lelaki-lelaki jahil untuk mengganggunya bahkan memperkosanya.
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Q.s. al-Ahzab: 59).
Emansipasi Wanita dan Naruninya
Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya. Adapun makna emansipasi wanita adalah perjuangan sejak abad ke 14 M dalam rangka memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki (Kamus ilmiah Populer hal 74-75). Jadi para penyeru emansipasi wanita menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang kehidupan.
Memaknai refleksi kelahiran R.A. Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April sebagai Tokoh Nasional yang dikenal sangat getol memperjuangkan gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Sepintas lalu, hal itu merupakan dogma yang nyaris tanpa kritik sejak memoar beliau tertuang dengan tinta emas dalam lembaran sejarah kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya wanita, pria bahkan waria pun sampai detik ini meyakini derap kemajuan emansipasi wanita Indonesia dicapai berkat gerakan emansipasi yang dipelopori R.A. Kartini. Apalagi dengan karyanya yang sangat masyhur Habis Gelap Terbitlah Terang.
Jika emansipasi dikonstruksikan sebagai konsep penyetaraan hak dan kedudukan antara pria dan wanita untuk berperan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, maka sesungguhnya hal seperti itu sudah terjadi dan melembaga jauh sebelum era Kartini. Kita tentu masih ingat kalau Majapahit sebagai kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh kawasan Asia Tenggara hingga ke Formosa di bagian Utara dan Madagaskar di Barat. Ternyata, dalam silsilah kerajaan Majapahit pernah diperintah dua perempuan masing-masing Tribhuwana Tungga Dewi (1328-1350) M. dan Kusuma Wardhani (1389-1429) M.
Kalau penyetaraan segala hak yang ingin disamakan antara wanita dan lelaki, maka sungguh itu tidak akan pernah bisa. Wanita mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang membedakan dirinya dengan lelaki. Mulai tingkat menjadi imam shalat sampai dengan memanjat kelapa. Apapun yang telah diatur di dalam al-Quran dan Hadits, itulah kodratnya.
Hari ini, seorang wanita dibolehkan memakai celana pendek, berpakaian ketat, pakai jeans dan kerja dari pagi sampai larut malam, dinas keluar kota berbulan-bulan tanpa didampingi muhrim karena emansipasi. Tapi apakah nuranimu, wahai wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya sanggup menerimanya?
Apakah nuranimu akan berkata, “Ya” dan, “Inilah yang terbaik bagi anakku”? Yang mereka keluar kota berbulan-bulan dengan rekan sekantornya, dengan tanpa bersalah mereka menggunakan celana pendek ke luar kota bahkan ke mall. Apakah nuranimu, wahai wanita yang bersifat ibu mampu menerimanya dengan hati nuranimu?
Sesungguhnya sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar (bepergian) selama satu hari satu malam yang tidak disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).